Tambahan TKD Hanya Cukup untuk Belanja Rutin

 

Apeksi mengusulkan agar penambahan dana transfer ke daerah atau TKD Rp 43 triliun untuk tahun 2026 tidak dibagi rata. Akan lebih balk jika tambahan TKD dibagi secara proporsional sesuai dengan kemampuan fiskal daerah.

JAKARTA, KOMPAS — Penambahan dana transfer ke daerah atau TKD sebesar Rp 43 triliun dalam Rancangan APBN 2026 diperkirakan hanya cukup untuk membiayai belanja operasional atau belanja rutin. seperti gaji pegawai. Meski demikian, pemerintah daerah diharapkan tidak menurunkan standar pelayanan minimal. terutama di sektor pendidikan, kesehatan, dan layanan publik. Usulan Kementerian Dalam Negeri agar alokasi dana TKD tahun 2026 ditambah Rp 43 triliun akhirnya dikabulkan. Pemerintah dan Badan Anggaran (Banggar) DPR. Kamis (18/9/2025), sepakat untuk menaikkan dana TKD 2026 dari Rp 650 tritiun menjadi Rp 693 triltun. Dengan alasan menjaga stabilitas sosial-potitik, pemerintah rela menambah dana TKD meski keputusan itu mengakibatkan proyeksi defisit dalam RAPBN 2026 melebar.

 

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan memperkirakan, penambahan transfer daerah Rp 43 triliun hanya cukup untuk memenuhi biaya operasional atau belanja rutin permerintah daerah (pemda). Pemerintah pusat hanya ingin menjaga agar roda pemerintahan di daerah tetap berjalan. Sebab, meski sudah ditambah, alokasi TKD 2026 masih jauh lebih rendah daripada tahun 2025, yaitu Rp 848 triliun. “Jadi, mungkin penambahan ini supaya kantor-kantor pemda tetap berjalan dan pegawai gajinya tetap terbayar,” ujarya. Jumat (19/9).

 

Sebab, menurut Djohermansyah. tambahan dana TKD Rp 43 triliun tidak akan cukup untuk membiayai pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Tambahan dana itu juga tidak akan cukup untuk mendanai pembangunan infrastruktur di daerah.

 

Direktur Eksekutif Komite Pernantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman juga berpandangan, penambahan dana Rp 43 triliun tidak akan berdampak signifikan terhadap belanja pembangunan di daerah. Sebab, selisih dana TKD 2026 dengan rencana transfer daerah 2026 masih terlalu jauh. Pada saat TKD 2025 dipangkas Rp 50,59 triliun dari pagu akibat kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat saja, kata Herman, sudah menimbulkan turbulensi fiskal di daerah. Apalagi, di tahun 2026, TKD turun Rp 155 triliun lebih dibandingkan dengan alokasi dana serupa pada 2025 ini.

 

“Ini tidak akan berdampak signifikan ke daerah kecuali dibuka secara lebih detail penambahan Rp 43 triliun itu untuk komponen dana bagi hasil (DBH), dana alokasi khusus (DAK), atau DAK fisik,” jelas-nya.

 

Tidak turunkan standar

 

Ditemui secara terpisah, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengingatkan pemda agar tidak menurunkan standar pelayanan publik meski TKD yang diterima tahun depan turun. Standar pelayanan minimal yang dimaksud adalah program-program amanat undang-undang, seperti program kesehatan, pendidikan, dan pelayanan publik lainnya.

 

“Efisiensi atau pengurangan transfer ke daerah jangan sampai berdampak pada standar pelayanan minimal,” tuturnya seusai beraudiensi dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) di kantor Kemendagri, Jakarta, kemarin.

 

Kemendagri, lanjut Bima, mengapresiasi langkah Kementerian Keuangan yang telah menaikan rencana TKD tahun 2026 hingga Rp 43 triliun.

 

Mantan Wali Kota Bogor itu menyatakan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah meminta pemda untuk mengakselerasi serta menyinkronkan program prioritas pemerintah pusat dan daerah. Sebab, saat ini memang sedang ada penyesuaian-penyesuaian alokasi anggaran APBN.

 

Pemda juga diharapkan bisa menjemput program-program prioritas nasional agar kebutuhan pemda bisa terpenuhi. Kemendagri juga akan lebih proaktif menjembatani pemda dengan Kernenterian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Dasr dan Menengah, serta Kementerian Pekerjaan Umum.

 

Kreatif gali PAD

 

Lebih jauh, Kemendagri juga memberikan arahan agar para kepala daerah mengupayakan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) tanpa membebani masyarakat. Pemda diimbau tidak mengambil langkah-langkah yang menyulitkan masyarakat, seperti menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBI3) untuk meningkatkan PAD. Jikalau menaikkan pajak menjadi opsi, pemda diharapkan terlehih dahulu melakukan analisis mendalam, sosialisasi, dan tetap melibatkan partisipasi publik bermakna.

 

Kemendagri berharap pemda lebih kreatif dalam menggali potensi PAD. Salah satunya menyehatkan badan usaha milik daerah (BUMD). Para kepala daerah didorong untuk berjiwa wirausaha dengan membuat upaya-upaya yang bersifat kreatif, seperti menyehatkan memanfaatkan aset tidur daerah, dan bermitra dengan pihak swasta.

 

“Sebenamya, dari postur APBD sudah terlihat mana ruang swasta yang kuat dan mana yang lemah. Teman-teman pemkot didorong untuk memanfaatkan kemitraan dengan swasta tersebut,” kata Bima.

 

Dibagi proporsional

 

Perihal TKD 2026 juga menjadi tema yang dibahas dalam audiensi Apeksi dengan Mendagri Tito Karnavian. Ketua Apeksi Eri Cahyadi mengusulkan agar tambahan TKD tahun depan tidak dibagi rata, tetapi proporsional ke daerah. Sebab, kemampuan flikal tiap-tiap daerah berheda.

 

“Ada daerah yang kemampuan fiskalnya kuat, sedang, dan lemah. Harapannya, dengan peningkatan TKD ini. ketika ada pembagian TKD, dilihat berdasarkan kemampuan fiskal itu. Harapannya, pada pertemuan hari ini adalah TKD tidak dibagi rata, tetapi didasarkan pada penguatan fiskal setiap daerah.” ujamya seusai audiensi.

 

Wali Kota Surabaya itu lebat lanjut menyampailcan bahwa tidak semua daerah bergantung sepenuhnya pada TKD. Ada daerah yang nilai PAD-nya cukup tinggi. Contohnya Kota Surabaya dengan PAD sudah mencapai 72 persen.

 

Namun, berdasarkan data Apeksi masih ada juga kota dengan PAD di bawah 35 persen. Karena itu, Apeksi berpandangan, akan lebih baik jika tambahan TKD 2026 dibagi secara proporsional berdasarkan kemampuan fiskal daerah.

 

“Indikatornya berdasarkan kapasitas fiskal setiap daerah. Siapa fiskal yang kuat, siapa fiskal yang lemah. Jangan sampai ada daerah yang tidak bisa membayar pegawainya,” jelas Eri.

 

Ia mengamini, bagi daerah saat ini yang terpenting adalah memastikan bahwa pelayanan publik tetap berjalan maksimal untuk kepentingan rakyat. Anggaran daerah harus tepat sasaran. Anggaran yang dianggap kurang penting seperti perjalanan dinas dan pengunaan listrik kantor pemerintah daerah, pun harus dipangkas. (DEA)

 

Sumber: KOMPAS

 

Baca juga artikel KOMPAS terkait, Asosiasi Pemerintah Kota: Penambahan Tranfers ke Daerah Rp 43 Triliun agar Tak Dibagi Rata