Daerah Minta Relaksasi Penyusunan RPJMD, Kemendagri Siapkan Skema Sanksi

Daerah Minta Relaksasi Penyusunan RPJMD, Kemendagri Siapkan Skema Sanksi

 

Fasilitasi Dialog Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) digelar secara daring pada Jumat, 22 Agustus 2025. Pertemuan ini menghadirkan perwakilan pemerintah kota/kabupaten, provinsi, hingga Kementerian Dalam Negeri untuk membahas keterlambatan penyusunan dokumen perencanaan daerah. Dialog ini berlangsung di tengah situasi transisi politik hasil Pilkada serentak, yang membuat sebagian besar daerah menghadapi tantangan teknis maupun administratif. Kepala Bappeda Kota Tual, Fahry Raharyaan, mengungkapkan bahwa keterlambatan penyusunan RPJMD di daerahnya tidak lepas dari lambatnya pembentukan alat kelengkapan dewan yang baru tuntas pada Mei. Selain itu, enam dokumen penting harus diselesaikan hanya dalam waktu satu bulan, sementara ketersediaan sumber daya manusia di Maluku masih sangat terbatas. Sejalan dengan itu, KANAFI dari Bapperida Kota Banjarbaru juga menyampaikan kondisi serupa. Kota Banjarbaru baru melantik wali kota pada 21 Juni 2025, ditambah adanya Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang ikut memperlambat proses. Ia menyampaikan permohonan relaksasi enam bulan untuk menyesuaikan penyusunan dokumen dengan kepala daerah terpilih.

 

Menanggapi berbagai keluhan, Iwan Kurniawan dari Direktorat PEIPD Bangda Kemendagri menegaskan bahwa penyusunan paralel enam dokumen pasca Pilkada memang menjadi faktor utama keterlambatan. Mayoritas kepala daerah dilantik 20 Februari, sehingga batas enam bulan otomatis jatuh pada Agustus 2025. Saat ini, pemerintah pusat bersama provinsi fokus melakukan pembinaan, pengendalian, pendampingan, serta pemantauan progres penyusunan. Bahkan, RPJPD 2025–2029 bisa dijadikan rujukan sementara jika KLHS RPJPD mengalami keterlambatan. Dalam dialog ini terungkap bahwa pemerintah sedang merumuskan relaksasi waktu bersama KPK. Namun, ketentuan utama tetap mengacu pada Permendagri No. 2 dan 86 yang mewajibkan RPJMD ditetapkan paling lambat enam bulan sejak pelantikan kepala daerah. Beberapa konsep relaksasi yang berkembang antara lain fasilitasi dan evaluasi provinsi dijadwalkan maksimal 19 Agustus, penetapan RPJMD tidak boleh melewati akhir Agustus, daerah timur dengan keterbatasan diberi toleransi sampai akhir Agustus, dan jika molor hingga bulan berikutnya akan diterapkan sanksi berjenjang. Skema sanksi yang disiapkan meliputi penyelesaian Agustus tidak dianggap terlambat, melewati 20 Agustus dikenakan teguran tertulis, dan keterlambatan lebih lanjut berujung pada sanksi finansial.

 

Dialog ini mempertegas bahwa jadwal penyusunan RPJMD akan mengikuti momentum pelantikan kepala daerah. Artinya, jika kepala daerah dilantik pada Juni, maka enam bulan dihitung sejak saat itu. Setiap daerah dapat mempercepat proses sesuai siklus tanpa harus seragam dengan daerah lain. Pandangan saya, Dialog Fasilitasi RPJMD ini memperlihatkan dinamika bagaimana regulasi nasional dihadapkan pada realitas politik dan kapasitas lokal. Permintaan relaksasi dari Kota Tual maupun Banjarbaru menunjukkan perlunya fleksibilitas kebijakan tanpa mengurangi disiplin perencanaan. Saya menilai langkah Kemendagri membuka opsi relaksasi sekaligus menyiapkan sanksi merupakan pendekatan seimbang. Relaksasi memberi ruang bagi daerah dengan keterbatasan, sementara sanksi tetap menjaga kepatuhan dan akuntabilitas.

 

Ke depan, keberhasilan penyusunan RPJMD bukan hanya soal ketepatan waktu, tetapi juga kualitas dokumen yang mampu mengintegrasikan visi kepala daerah dengan kebutuhan masyarakat. Di sinilah pentingnya pendampingan dan koordinasi lintas level pemerintahan agar perencanaan pembangunan benar-benar adaptif terhadap dinamika daerah.

 

Artikel oleh:

Sofyan Hanafi

#APEKSInternship Batch 7