Rilis: Sumber Pembiayaan Alternatif Bagi Pemerintah Daerah untuk Mendukung Pencapaian TPB di Masa Pandemi

JAKARTA – Pemerintah Daerah mengalami tantangan berat pada masa pandemi COVID-19 terutama dalam mengatasi keterbatasan anggaran yang muncul akibat kelesuan perekonomian. Terbatasnya anggaran untuk pembiayaan pembangunan berdampak pada pelaksanaan pencapaian Tujuan pembangunan Berkelanjutan (TPB). Meski demikian, Pemerintah Daerah masih memiliki ruang untuk mendapatkan pembiayaan alternatif agar dapat melakukan inovasi dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) di tengah pandemi ini. Sumber pembiayaan alternatif dapat berasal dari pinjaman ataupun kerjasama dengan badan usaha yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerjasama Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2015 tentang kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha. Pemerintah Pusat melalui Kementrian Dalam Negeri telah mengindentifikasi target-target TPB yang harus dilaksanakan dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Sebanyak 52 target jangka pendek harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah pada Rencana Kerja Pemerintah daerah (RKPD) tahun 2021 sesuai Permendagri Nomor 40 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan RKPD 2021. Untuk mendukung pelaksanaan dan percepatan target-target dalam RKPD 2021, Pemerintah Daerah dituntut memiliki inovasi dalam mencari sumber pembiayaan baru yang tidak tergantung pada dana transfer dari Pemerintah Pusat, seperti zakat, CSR, filantropi maupun sumber pendanaan dari lembaga pembiayaan milik negara.

Hal ini terungkap dalam sesi diskusi daring (webshare) ke-15 berjudul “Skema Penganggaran dan Peluang Pembiayaan Alternatif dalam Pencapaian TPB pada Masa Pandemi COVID-19” (seri 2) yang diselenggarakan oleh Program LOCALISE SDGs yang dilaksanakan oleh UCLG ASPAC danAPEKSI dengan dukungan finansial dari Uni Eropa, Kamis(23/7). Diskusi yang dimoderatori Dr. Megandaru W. Kawuryan selaku Direktur Eksekutif Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) ini, menghadirkan empat pembicara, yaitu Kepala Bappeda Provinsi DKI Jakarta Dr. Ir. Nasruddin Djoko Surjono, Sekretaris Jenderal Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI)/Ketua DPRD Kota Mataram – Didi Sumardi, S.H, Team Leader Fiscal Capacity and Project Appraisal Divisi Pembiayaan Publik, PT SMI – Nanang Arifin, dan Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Hamid Abidin. Diskusi online ini berlangsung selama 2 jam dengan lebih dari 500 orang peserta terdaftar.

Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC Dr. Bernadia Irawati Tjandradewi dalam sambutannya mengatakan bahwa Pemerintah Daerah perlu membekali dirinya dengan pengetahuan mengenai pembiayaan alternatif. “Pada masa pandemi yang terjadi saat ini pembiayaan pembangunan sebagian besar dialihkan untuk penanganan COVID-19, oleh sebab itu informasi mengenai bagaimana mengakses pembiayaan alternatif menjadi penting diketahui oleh Pemda. Informasi ini dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan pembangunan seperti pembangunan infrastruktur, penanganan COVID-19 dan pencapaian TPB, “ujarnya.

Kementerian Keuangan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) membuka peluang bagi Pemerintah Daerah untuk mengakses pembiayaan alternatif tersebut sejak 2015. “Kami sebagai leading catalyst bagi percepatan pembangunan infrastruktur mengisi gap (kesenjangan) bagi program pembiayaan project infrastruktur non-komersil yang memiliki multi-layer effect, seperti pasar, jalan dan rumah sakit. Mengambil contoh pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, dibangunnya rumah sakit ini berkontribusi secara langsung pada TPB 3 Kehidupan Sehat dan Sejahtera dan TPB 5 Kesetaraan Gender. Sementara itu untuk menghadapi pandemi COVID-19, PT SMI sedang menyusun skema pinjaman yang dapat mendukung agar pembangunan infrastruktur terus berjalan,” tutur Nanang Arifin, Team Leader Fiscal Capacity and Project Appraisal, Divisi Pembiayaan Publik PT SMI.

Dalam kesempatan yang sama, pihak filantropi juga membuka kesempatan bagi Pemerintah Daerah untuk mengakses pembiayaan alternatif melalui beberapa skema. “Mohon diperhatikan bahwa pendekatannya lebih bersifat pada terciptanya kemitraan, dimana Pemerintah Daerah mengajak untuk bekerja sama dalam melaksanakan satu program tertentu,” papar Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Hamid Abidin. “Skema kemitraan ini bisa berbentuk dukungan tenaga ahli yang dimiliki oleh salah satu anggota Filantropi, logistik, atau dana dan hibah. Sampai saat ini kegiatan FIlantropi Indonesia sudah berkontribusi pada TPB 1 Tanpa Kemiskinan, TPB 3 Kehidupan Sehat dan Sejahtera, TPB 4 Pendidikan Berkualitas dan TPB 8 Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi” tambahnya.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki pengalaman sendiri dalam mendorong pembiayaan alternatif dalam pembangunan.”Selama pandemi COVID-19, Pemprov DKI selain mengakses dana pinjaman melalui PT SMI, juga membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam penanganan COVID-19 melalui Jakarta Development Collaboration Network atau JDCN,’ jelas Kepala Bappeda DKI Jakarta Dr. Ir. Nasruddin Djoko Surjono. “Para kolaborator berasal dari dunia usaha, pengusaha kecil dan menengah, CSO, dan masyarakat umum. Melalui JDCN ini, mereka bukan lagi menjadi obyek, tapi juga jadi pelaku atau subyek pembangunan,” jelasnya.

Lembaga legislatif memiliki peran pengawasan terhadap pelaksanaan program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, termasuk didalamnya adalah penanganan COVID-19 dan pelaksanaan TPB. ”Untuk menyiasati anggaran pembangunan yang sebagian besar diperuntukkan bagi penanganan COVID-19, maka dalam memaksimalkan pembiayaan alternatif, dapat didasarkan pada segitiga anggaran yang ditujukan untuk penanganan COVID-19, pencapaian TPB dan pelayanan dasar” ucap Sekretaris Jenderal ADEKSI/ Ketua DPRD Kota Mataram, Didi Sumardi, S.H.

Pada akhir diskusi, Dr. Megandaru W. Kawuryan selaku moderator mengatakan bahwa pengelolaan situasi pandemi COVID-19 ini harus seimbang antara penanganan guna menekan angka positif dan penanganan dampak, terutama dampak ekonomi yang membutuhkan pembiayaan alternatif. “Ibarat mobil, antara gas dan rem itu harus seimbang sehingga laju mobil tidak tersendat dan tidak terlalu kencang”, pungkasnya.