Cerita Si Perantau Mengulik Aksesibilitas Transportasi

 

Jakarta Selatan – Selama merantau di kawasan Jabodetabek untuk keperluan kuliah dan bekerja, tentunya pilihan moda transportasi menjadi salah satu aspek yang paling saya pertimbangkan. Sebagai pengguna transportasi umum, saya harus menghadapi berbagai keadaan yang terjadi dari awal perjalanan sampai tujuan akhir dari perjalanan. Saya merasa dinamika tersebut memberikan pengaruh pada suasana hati dan kondisi fisik saya sehari-hari. Selama menjadi pengguna transportasi umum, saya jadi lebih terbiasa untuk memaksimalkan waktu selama berada di perjalanan. Selain itu, saya pernah mengalami keadaan yang mengharuskan saya untuk menyelesaikan pekerjaan ketika saya masih berada didalam perjalanan. Namun, keadaan itu justru memberikan pemahaman kepada saya bahwa kemudahan layanan transportasi membawa dampak besar terhadap kehidupan masyarakat. Adanya transportasi umum yang memadai ini, membuat saya sebagai masyarakat urban yang tidak membawa kendaraan pribadi, merasa terbantu dengan adanya transportasi yang bisa menjangkau tempat dengan jarak yang dekat hingga jauh sekalipun.

 

Jika bercerita tentang pengalaman ketika merasakan layanan transportasi, saya akan berbagi tentang pengalaman menggunakan moda transportasi yang diterapkan oleh Kota Jakarta. Kota ini memberikan berbagai pilihan moda transportasi berbasis rel kereta seperti  KRL (Kereta Rel Listrik), LRT (Light Rail Transit), dan MRT (Mass Rapid Transit) serta TransJakarta yang biasanya menjadi pilihan moda transportasi yang melalui jalur darat. Namun, untuk keseharian saya hanya menggunakan KRL dan MikroTrans untuk menuju ke kantor. Mikrotrans adalah bus kecil yang akrab disapa dengan JakLingko. Bus kecil ini menjadi alternatif transportasi yang dirancang untuk meningkatkan efektivitas dari sistem lintas moda transportasi. Sebagai pengguna JakLingko, saya merasa JakLingko memang membantu menjangkau daerah dengan akses yang sulit, namun JakLingko juga masih perlu berbenah akan kualitas dari kendaraannya. 

 

JakLingko turut menjadi pelengkap saya saat menjalankan rutinitas sehari-hari. Saya terbiasa menggunakan JakLingko bernomor JAK18 dengan rute yang dilewati St. Duren Kalibata menuju Kuningan. Selagi menjadi penumpang tetap, saya seringkali mengamati moda transportasi ini. Beberapa armada JakLingko memang sudah memberikan kenyamanan kepada saya sebagai penumpang, namun masih banyak hal yang perlu menjadi perhatian dari pengurus JakLingko. Jika diambil dari rute yang sering saya lalui, JAK18 termasuk ke dalam armada JakLingko dengan jumlah yang masih sedikit. Hal ini menimbulkan penumpukan penumpang di halte dan tempat pemberhentian bus. Selain itu, PT Jaklingko Indonesia juga perlu memperhatikan standarisasi kendaraan dengan melakukan pemeriksaan secara rutin untuk menjaga kestabilan dari performa Jaklingko. 

 

Saya sebagai mahasiswa magang di APEKSI (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia) merasakan isu tersebut dari sudut pandang yang berbeda. Jika dirasakan sebagai masyarakat, saya merasa bahwa kenyamanan transportasi bagi penumpang prioritas masih belum menjadi perhatian. Namun, ketika dilihat dari sisi Pemerintah Kota, saya memahami bahwa penanganan terhadap isu layanan dasar kota, khususnya mengenai transportasi pasti melalui proses birokrasi yang cukup panjang. Maka, Pemerintah Kota perlu mengoptimalkan sistem transportasi dan pembangunan infrastruktur lebih inklusif, sehingga bisa meminimalisir isu diskriminasi dan tindak kejahatan yang terjadi di transportasi publik.

 

Artikel oleh Syifa Al Shadiqah #APEKSInternship