Wali Kota Bogor Bima Arya mengikuti rapat dengar pendapat yang digelar Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI tentang evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah pada masa pandemi Covid-19 di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (20/9/2021).
Bima Arya yang merupakan Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) memberikan apresiasi terhadap pemerintah pusat atas koordinasi dan kolaborasi yang berjalan dengan baik dalam penanganan pandemi. Namun, Bima Arya juga memberikan masukan dan evaluasi terhadap beberapa poin.
“Ada dua faktor yang membuat kita survive di masa pandemi ini, yakni prediktif dan kolaboratif. Jadi, siapa yang bisa membangun dua pendekatan itu, Insya Allah akan survive. Kita harus bisa membaca ke depan seperti apa. Dan kita harus bisa merumuskan pola kolaboratif yang pas,” ungkap Bima Arya dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Komite 1 DPD RI Fachrul Razi.
Bima menjelaskan, kondisi Tanah Air yang akhir-akhir ini membaik dalam penanganan Covid-19 juga disebabkan oleh dua faktor tadi. “Bagaimana Satgas pusat berbagi. Ada Pak Airlangga, ada Pak Luhut yang bergerak secara rapi rantai komandonya ke bawah. Rapat dengan kami (para kepala daerah) minimal seminggu sekali,” terang Bima.
“Jadi, kami satu minggu sekali itu dikumpulkan secara daring oleh Pak Luhut. Setelah itu oleh Pak Gubernur, baru setelah itu kami rapat Satgas. Jadi satu minggu minimal kita koordinasi tiga kali, baik di tingkat nasional, provinsi hingga di tingkat kota. Kementerian Dalam Negeri Pak Tito dan para Dirjennya sejauh ini juga melakukan pembinaan dan komunikasi dengan sangat baik kepada kepala daerah,” tambahnya.
Dengan rantai koordinasi yang rapi tersebut, lanjut Bima, menjadikan penanganan Covid-19 di Tanah Air cukup berhasil menekan kasus secara drastis. “Mungkin ini yang membedakan Indonesia dengan Singapura, Filipina, Thailand. Bahkan, mungkin juga dengan negara-negara yang sedang ‘goyang’ kembali seperti Australia, Jepang dan Korea Selatan,” jelasnya.
Bima Arya juga mengapresiasi kinerja Menteri Kesehatan, TNI/Polri dan semua lini birokrasi yang bergerak mempercepat proses vaksinasi. “Ini yang tidak ada di India, ini yang tidak ada di negara lain. Sebagai contoh misalnya di Kota Bogor, awal-awal hanya bisa 5.000 vaksin per hari. Tapi setelah sistem itu bergerak semua, Kapolresta, Dandim, Danrem, Camat, Lurah, hingga RT/RW, kapasitas kita bisa mencapai 23 ribu vaksinasi per hari,” ujar Bima.
Meski demikian, Bima Arya menyampaikan catatan mengenai vaksinasi, khususnya masih ada persoalan terkait dengan distribusi vaksin. “Saya kira harus dipetakan kembali distribusi vaksin ini. Mana yang ke Provinsi, mana yang ke kota/kabupaten. Sesungguhnya yang tahu petanya adalah kota/kabupaten,” imbuhnya.
“Kalau ke Provinsi dulu, pasti ada pertimbangan lain untuk dipukul rata dan lain sebagainya. Saya kira kalau kota/kabupaten memiliki argumen yang jelas bahwa kami memiliki kapasitas sekian. Dikirim, habis, kirim lagi, kita bisa cepat. Kan ini persoalannya adalah ini dianggap rata semua, sehingga banyak yang sisa di sana, banyak yang habis di sini. Jadi, kalau kita ingin tahun ini selesai semua, maka distribusi vaksin ini kembali harus dibenahi lagi,” jelas Bima.
Dalam rapat dengar pendapat tersebut Bima Arya menyampaikan usulan dari APEKSI yang perlu menjadi perhatian pemerintah pusat, salah satunya mengusulkan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk target pemenuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar kesehatan.
“Melihat dari fenomena PPKM kemarin, banyak yang pontang-panting ketika kita dihadapkan pada sistem kesehatan yang nyaris kolaps. Oksigen yang menipis, IGD yang terbatas. Harus dipetakan kembali wilayah-wilayah mana yang kemarin itu tertatih-tatih. Kalau sekarang sudah recover, jangan sampai terbuai, harus dipetakan oleh pusat mana saja kota/kabupaten yang memerlukan fasilitas infrastruktur secara cepat,” ungkapnya.
Lalu, lanjut Bima, adalah alokasi pemenuhan sebaran tenaga kesehatan. “Kita alami kemarin ketika PPKM, tenaga kesehatan terpapar, kolaps semua. Kita kesulitan, kita minta bantuan ke provinsi dan pusat. Ini harus dihitung kembali. Pemerataan jumlah tenaga kesehatan di setiap daerah melalui rekrutmen tenaga ASN. Ke depan sistem rekrutmen ASN harus menimbang kebutuhan tenaga kesehatan di masing-masing kota,” pungkas Bima.
Catatan lain yang harus mendapatkan dukungan adalah alokasi khusus dana kelurahan untuk infrastruktur dasar sanitasi, program PHBS serta penguatan pemberdayaan perempuan dan anak di perkotaan.
Dokumen berupa rekomendasi dan kesimpulan rapat dapat diakses di https://go.apeksi.id/dpdri20092021