Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan unit strategis dalam penegakan paraturan daerah, disiplin, ketentraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat. Tugas Satpol PP semakin berat di masa pandemi saat ini. Para pamong Praja Wibawa kini harus pula menegakkan disiplin protokol kesehatan di tengah-tengah keseharian warga dan pelaku usaha yang bertahan hidup.
Interaksi dan komunikasi antar personal anggota satuan ini semakin intensif harus dilakukan dengan warga yang sedang tertekan secara ekonomi. Efektivitas komunikasi yang empatik sangat dibutuhkan dalam situasi sulit warga tersebut. Untuk itu Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) memandang penting dilakukan penguatan kapasitas komunikasi empatik.
Pada kesempatan pembukaan, Ketua Dewan Pengurus APEKSI Bima Arya menekankan bahwa “Kepemimpinan itu adalah seni memadukan ketegasan dan kasih sayang”. Ketegasan dan kasih sayang sama-sama dibutuhkan dalam krisis dan kesulitan. Di depan peserta pelatihan virtual ini Walikota Bogor ini menegaskan beberapa prinsip kepemimpinan. Satpol PP sebetulnya dalam level tertentu memiliki kekuasaan di lapangan.
“Ketegasan tanpa kasih sayang adalah kezoliman, namun kasih sayang tanpa ketegasan adalah kelemahan”, ujar Bima yang pada kesempatan tersebut juga menggunakan seragam lengkap para pamong Praja Wibawa. Sangat terlihat keseriusan dan antusias peserta yang ternyata ada juga yang berasal dari luar satuan, bahkan bukan apartur pemerintah kota.
Materi pelatihan yang berat dapat ditampilkan secara praktis oleh pelatih nasional Risang Rimbatmaja, juga konsultan profesional di berbagai lembaga internasional (seperti UNICEF, John Hopkins University, USAID, dan lain-lain). Berbagai teori dan prinsip komunikasi antar personal ditampilkan dengan contoh kasus dan fakta di lapangan, lalu disajikan dengan sangat menarik.
“Motif utama atau niat dalam berkomunikasi kita harus jelas dulu. Bukankah tujuan kita untuk menyampaikan pesan? Kalaupun harus berbeda pendapat, kita bukan mencari menang, hanya karena berseragam yang gagah” ujar Risang. Peserta diajak untuk membangun sikap mental komunikasi empatik, jangan hanya menindak pelanggar prokes. “Beri juga apresiasi dan pujian bagi mereka yang memakai masker, mempraktekkan cuci tangan, dan mematuhi jaga jarak”, tambahnya.
Kesalahan utama dalam komunikasi interpersonal adalah adanya “pagar” dari setiap kita yang membentengi setiap interaksi. Tugas kita saat berkomunikasi adalah merubuhkan pagar itu, dengarkan dan menyelami isi hati orang yang berkomunikasi dengan kita secukupnya. Cari simpul, sebut nama lawan komunikasi, dan pastikan kenyamanan mereka dalam memulai komunikasi. Pada kesempatan tersebut, diberikan pula tips dan trik berkomunikasi dengan orang yang sedang emosi.
“Kita semua lelah, namun tetap sabar. Mungkin kita kuat, tapi jangan-jangan kita membawa virus dan menularkan kepada orang lain. Jaga kesehatan, jaga keselamatan, prokes jangan ditawar-tawar lagi, keselamatan diri adalah yang utama” ujar Risang Rimbatmaja dalam akhir pelatihan yang diikuti oleh 374 (yang mengisi absen), di luar pemirsa live streaming dan yang menonton APEKSI Official Youtube channel.
Pelatihan nasional ini adalah salah satu dari banyak rangkaian pelatihan praktis bagi pejabat birokrasi dan aparatur di Pemerintahan Kota yang diselenggarakan APEKSI. Uniknya berbagai forum, kelas Help Desk, dan berbagai pelatihan APEKSI sering juga diikuti (terbuka) peserta dari beberapa pemerintah kabupaten (anggota APKASI) hingga pemerintah provinsi (anggota APPSI).