Memperingati Hari Perempuan Internasional, The Asia Foundation dan Hukumonline.com Group bekerja sama dengan Apeksi (Assosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia) menggelar web Seminar (Webinar) dengan tema ‘Akses Keadilan melalui Teknologi bagi Perempuan Korban Kekerasan’ secara daring, Selasa (16/3/2021).
Webinar yang dibuka Ketua Apeksi, Bima Arya ini membahas mengenai bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan, strategi, pengalaman, upaya perlindungan hukum dan kebijakan pemerintah dalam menyediakan layanan bagi korban.
Tak ketinggalan penjelasan terkait KONEKSI, platform daring yang menghubungkan mitra advokat pro bono justika.com dengan korban kekerasan melalui konsultasi hukum gratis via chat dan telepon.
“Hal yang paling penting dalam hal kekerasan pada perempuan, yakni edukasi dan advokasi,” ujar Bima Arya yang juga Wali Kota Bogor.
Bima Arya mengatakan, edukasi dibutuhkan karena berdasarkan pengalaman kepala daerah di Indonesia, salah satu yang menjadi persoalan yakni terbatasnya pemahaman dari warga tentang definisi atau nomenklatur tentang kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan terhadap perempuan.
“Banyak yang mengartikan kekerasan terhadap perempuan hanya sebatas pada kekerasan fisik saja, jadi kalau ada kekerasan psikis atau mungkin kekerasan seksual itu tidak menjadi bagian hal yang harus dibela,” tuturnya.
Bima Arya menjelaskan, padahal terlihat dalam keseharian warga kejadian seperti itu sering terjadi. Hal yang paling menarik di masa pandemi Covid-19 ini paling tidak di Kota Bogor meningkatnya kasus-kasus atau laporan kasus kekerasan secara psikis, sementara kekerasan fisik menurun.
“Sebagian perempuan yang sudah tercerahkan dan teredukasi kemudian melaporkan ini, melaporkan kekerasan psikis. Ini penting untuk sama-sama kita dorong dan gencarkan bagaimana warga bisa memahami kekerasan rumah tangga terbagi dalam kekerasan psikis dan fisik,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah daerah memiliki P2TP2A, di sinilah biasanya hal-hal terkait kekerasan perempuan dan kekerasan rumah tangga masyarakat difasilitasi dan dilindungi. Namun harus dipahami bersama, ASN dalam struktur OPD memiliki banyak keterbatasan, terutama terkait regulasi dan keahliannya tentu tidak sedalam seperti orang-orang yang sehari-harinya menggeluti persoalan hukum terkait kekerasan terhadap perempuan.
“Kami pun melihat UU Nomor 23/2004 mengenai penghapusan kekerasan dalam rumah tangga belum secara maksimal, belum optimal diturunkan ke aturan secara teknis dan proses advokasinya. Jadi kita perlu berkolaborasi dan bersinergi, Pemkot tidak bisa jalan sendiri untuk menyelesaikan dua agenda besar, yakni edukasi dan advokasi,” terangnya.
Ia menambahkan, Apeksi sangat berbahagia dan optimis dengan diluncurkannya platform KONEKSI ini. Mengingat platform KONEKSI ini dapat mempertemukan semua yang berkepentingan, warga, pemerintah, praktis hukum dan seluruh stakeholder terkait.
“Kami sampaikan kepada kepala daerah lainnya mudah-mudahan platform KONEKSI ini ada manfaatnya dan bisa disosialisasikan secara luas demi ikhtiar besar kita untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada penyintas kekerasan terhadap perempuan,” pungkasnya.(*)