Perubahan iklim menyebabkan berbagai bencana alam seperti bencana hidrometeorologi. Pemerintah pusat telah menetapkan peraturan dan merumuskan kebijakan untuk pengurangan risiko bencana, melakukan aksi adaptasi perubahan iklim, dan membangun tata ruang yang memperhatikan aspek lingkungan dalam dokumen perencanaan. Namun, belum semua pemerintah daerah menyusun kebijakan dan membangun aksi yang sesuai dengan faktor risiko bencana di masing-masing kota.
Pada hari pertama KMF, terdapat sesi sharing, diskusi dan dialog yang diadakan di Auditorium Balai Kota Balikpapan. Pada sesi diskusi, saya berkesempatan menjadi fasilitator kelompok dengan topik “Inovasi dan Teknologi dalam Penanganan Perubahan Iklim khususnya Bencana Hidrometeorologi” dengan beberapa perwakilan Bappeda dan DLH kota se-Indonesia. Hasil diskusi tersebut dirangkum dan disampaikan kepada pemerintah yaitu BNPB, KLHK, ATR, PUPR yang kemudian direspons secara langsung maupun online.
Rekomendasi yang dihasilkan dalam kelompok Inovasi dan Teknologi yaitu:
- Peta penanganan bencana tiap tingkat administratif RT (Rukun Tetangga) agar disesuaikan dengan RDTR online (one map one data yang dapat diakses semua pihak yang berisi informasi tata ruang, lahan kritis, potensi bencana hidrometeorologi, dan penerapan teknologi yg ramah lingkungan), serta di update berkala (masif)
- Perlunya integrasi hasil Kajian Risiko Bencana dan Penanggulangan Bencana, Kajian Pengelolaan Lingkungan Hidup, sumber daya alam, dan energi. Disamping itu, perlu adanya penguatan energi terbarukan yang ramah lingkungan dan mengedepankan sirkuler ekonomi ke dalam dokumen perencanaan dan tindak lanjutnya ke pembangunan daerah
- Perlunya dukungan dari pemerintah pusat terkait sosialisasi inovasi-inovasi penanganan bencana, serta bisa mereplikasi dari kota-kota yang telah berhasil menjalankannya
Artikel oleh: Siffa Anatasya #APEKSInternship